1.
Latar Belakang
Kuda (Equus
caballus atau Equus jerus Caballus)
telah dikenal banyak orang sebagai hewan yang memiliki banyak fungsi, yaitu
dapat digunakan sebagai hewan piaraan, hewan olah raga ataupun sebagai sarana
transportasi. Hal ini disebabkan karena kuda adalah hewan yang mudah diatur,
dikendalikan, dan ramah terhadap mahluk sekitarnya termasuk manusia (Wikipedia,
2012)
Populasi ternak di
Indonesia mengalami kenaikan, tetapi ada beberapa jenis ternak yang mengalami
penurunan. Kuda merupakan salah satu ternak yang mengalami penurunan populasi.
Penurunan populasi ini terjadi karena fungsi kuda sebagai alat transportasi
telah banyak digantikan oleh kendaraan bermotor, selain tingginya angka
pemotongan kuda sebagai sumber pangan. Angka pemotongan kuda sebagai sumber
daging di Indonesia cukup tinggi. Penurunan populasi kuda ini tidak hanya
terjadi di Indonesia saja, di Amerika Serikat sampai tahun 1960 juga mengalami
penurunan populasi kuda, karena terjadi mekanisasi dalam bidang transportasi
dan pertanian. Kemudian populasi kuda mengalami
kenaikan setelah terjadi peningkatan kegiatan olahraga dan rekreasi
menggunakan kuda (Cunha, 1991). Peranan kuda di masyarakat antara lain sebagai
sumber pangan, alat transportasi, olah raga atau rekrasi, untuk pertanian, dan
untuk perang. Dua dari tiga peranan utama kuda masih sangat jelas di masyarakat
Lombok Barat. Hal ini ditunjukkan oleh
banyaknya jumlah Cidomo sebagai alat transportasi. Di beberapa kecamatan
yang berada wilayah Lombok Barat kuda
masih merupakan alat transportasi yang cukup penting. Menurut Badan Pusat
Statistik (BPS, 2010) Populasi ternak kuda di Lombok barat Barat masih relatif
tinggi. Jumlah populasi kuda untuk wilayah Lombok Barat yaitu 4.950 ekor
(2006), 5.152 ekor (2007), 4.886 ekor (2008), 3.985 ekor (2009) dan 4.225 ekor
(2010).
Kuda termasuk kedalam golongan ternak
herbivora nonruminansia grup colon fermentor. Usus besar adalah tempat
untuk mikroba melakukan fermentasi. Pakan yang tahan dari penghancuran di usus
kecil, terutama serat, masuk ke usus besar untuk difermentasi oleh mikroba.
Prosesnya hampir sama seperti di rumen pada ternak ruminansia (Cheeke, 1999).
Kuda sebagai ternak herbivora, merupakan ternak yang mengkonsumsi hijauan.
Hijauan mempunyai arti yang penting dalam makanan kuda (Gibbs dan Davidson,
1992). Performan yang dihasilkan oleh kuda akan seiring dengan kualitas
hijauan, dimana hijauan yang mempunyai kualitas baik akan menghasilkan
performan kuda yang bagus pula. Hijauan yang bagus tentunya tidak hanya sebagai
sumber energi, tetapi juga sebagai sumber protein, vitamin, mineral dan nutrisi
lainnya. Untuk mendapatkan performan kuda yang bagus perlu adanya evaluasi dan
penentuan kualitas hijauan pakan kuda (Guay et al., 2002).
Sedangkan di Indonesia,
informasi tentang jenis, nilai nutrisi dan penggunaan hijauan sebagai pakan
kuda sangat terbatas. Bahkan Parakkasi (1988) menyatakan bahwa di Indonesia dan
daerah tropis lainnya belum diperoleh keterangan secara pasti tentang adanya
suatu hijauan yang menonjol kualitasnya, terutama untuk pakan kuda. Hal ini
bisa disebabkan masih kurangnya eksplorasi dan identifikasi sumberdaya genetik
(Plasma Nutfah) hijauan yang ada. Padahal untuk mengembangkan peternakan yang
mempunyai dayasaing diperlukan pemanfaatan sumberdaya lokal yang mempunyai
nilai lebih. Salah satunya adalah pemanfaatan hijauan yang mempunyai kualitas
nutrisi yang baik dan telah beradaptasi dengan kondisi iklim setempat. Menurut
Chambliss dan Jhonson (2002) yang penting dalam pengembangan hijauan pakan kuda
perlu mempertimbangkan adaptasi tanaman terhadap kondisi tanah dan iklim. Informasi tentang jenis hijauan lokal
Indonesia dan kandungan nutrisinya yang potensial untuk dikembangkan sebagai
pakan kuda hampir belum ada. Hal ini yang mendorong dilakukan penelitian ini,
sebagai suatu usaha penambahan ilmu pengetahuan dalam pengembangan peternakan
yang berbasis pada sumberdaya lokal.
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kuda
Kuda adalah mamalia
ungulata (hewan yang berdiri pada kuku) yang berukuran paling besar di
kelasnya. Kuda berdiri pada satu kuku sehingga dimasukan dalam ordo perissodactyl. Dalam hal kekerabatan
kuda memiliki kesatuan nenek moyang dengan tapir dan badak. Kuda merupakan satu
dari hewana modern paling sukses dari genus Equus,
hal tersebut dikarenakan kemampuannya dalam bertahan hidup dari seleksi alam
dan kemampuannya dalam berevolusi yang sangat baik (Anonim, 2011a).
2.2. Klasifikasi
Kuda modern saat ini
dibedakan menjadi kuda domestikasi dan kuda liar. Kuda domestikasi (Equus caballus) adalah kuda yang sengaja
dipelihara manusia untuk digunakan dan diambil manfaatnya. Sedangkan kuda liar
(Equus ferus Caballus) adalah kuda
yang masih hidup di alam liar (Kidd, 1985)
Klasifikasi kuda
domestikasi dan kuda liar secara ilmiah berdasarkan aturan penamaan linaeus
(1785) yaitu : kingdom Animalia, kelas
Mamalia, ordo Perrissocdactyla, family Equidae, genus Equus, spesies Equus
caballus untuk kuda domestic dan Equus
ferus Caballus untuk kuda liar.
Pengelompokan kuda
kemudian berkembang pesat berdasarkan berbagai hal seperti kemampuan dalam
beraktivitas yaitu cold Blood, Hot blood dan warm blood, berdasarkan ukuran
tubuh seperti light horses, draught horses dan ponies (kacker, 1996), jenis
aktifitas seperti work horses dan sport horses, asal daerah seperti kuda arab,
kuda eropa, kuda asia, dan kuda amerika. Pengelompokan terakhir adalah
berdasarkan breed, yaitu kuda yang dikawin silangkan dengan kuda jenis lain dan
dihasilakn kuda jenis baru yang berkualitas baik. Breed yang terkenal antara
lain Arab, Throughbred, Anglo-arab dan Shire (Kidd 1985 dan Drummond 1988).
Begitu banyak jenis
kuda di dunia , kuda arab dapat dianggap sebagai cikal bakal berbagai jenis
kuda di dunia. Menurut keterangan marco polo saat berkunjung ke India tahun
1290. Para sultan di india telah menyebarluaskan kuda arab ke berbagai Negara
lain di asia. Salah satu caranya adalah melalui hadiah perkawinan. Melalui
ekspansi tentara arab ke berbagai penjuru Negara pada awal abad pertengahan,
maka kuda arab menyebar ke berbagi penjuru dunia. Kuda arab tersebut kemudian
dikawin silangkan dengan kuda lokal di daerah masing-masing Negara. Sampai saat
ini telah dikenal lima ekor kuda pejantan arab yang terkemuka, masing-masing
bernama the byerley Turk (1684), The Leeds Arabian (1965), the dardley Arabian
(1700), the alcock Arabian (1704), dan the godolphin arabian (1730). Nama dari
kuda pejantan ini akan kita temukan pada silsilah keturunan kuda jenis
Throughbred yang tersebar di seluruh dunia (Soehardjono, 1990).
2.3. Kuda Indonesia
Kuda yang terdapat di wilayah asia tenggara
termasuk ke dalam ras timur karena memiliki bentuk tengkorak yang kecil. Hal
tersebut berbeda dengan kuda ras eropa yang memiliki tengkorak kepala yang
besar. Melihat bentuk wajahnya, kuda ras timur diduga merupakan keturunan kuda
mongol. Kuda mongol diperkirakan merupakan keturunan jenis kuda przewalski yang
ditemukan tahun 1879 di asia tengah (Soehardjono, 1990).
Keadaan fisik kuda yang terdapat di Indonesia
beraneka ragam karena dipengaruhi oleh keadaan geografis wilayahnya. Kuda-kuda
di Indonesia memiliki ukuran tubuh yang tidaklah terlalu besar yaitu bertinggi
badan 1,13 m hingga 1,33 m, hal ini disebabkan karena Indonesia berada di
daerah beriklim tropis (Soehardjono, 1990). Dari ukuran tersebut maka kuda
Indonesia termasuk kedalam jenis kuda poni.
Menurut Soehardjono (1990) terdapat dua jenis
ras kuda local di Indonesia. Jenis pertama dikenal dengan nama kuda batak dan
jenis kedua dikenal dengan nama kuda sandel (Sandel Wood) atau kuda timur.
Kedua jenis kuda poni ini memiliki ukuran yang sama yaitu antara 114-123 cm.
kedua jenis kuda ini memiliki kesamaan pada warna maupun bentuk. Umumnya
keduanya berwarna coklat, coklat tua, sampai kemerahan dengan rambut ekor dan
kaki bagian bawah berwarna hitam. Bagian kepala berukuran agak besar dengan
leher lebar dan pendek, sedangkan rambut kepala kasar dan berdiri. Bagian
kakinya berbentuk langsing dan berbulu pada bagian persendian.
Di Indonesia kuda digunakan sebagai hewan
transportasi, bahkan di beberapa daerah di
pulau jawa kuda digunakan untuk menarik kereta yang biasa disebut
sebagai Delman. Delman sendiri di definisiakan sebagai kereta yang dapat
diisi/dinaiki 4-5 orang dan ditarik oleh satu ekor kuda (Anonim, 2010b).
2.4. Manajemen Pakan
Manajemen pakan kuda berbeda dengan manajemen
ternak domestik yang lain. Hal utama yang menyebabkan hal tersebut adalah
karena perbedaan anatomi dan fisiologi saluran pencernaan, pencernaan kuda
termasuk kedalam pencernaan monogastrik (lambung tunggal). Selain kuda
merupakan hewan yang dapat mencerna dan mengfermentasi sisa pakan pada saluran
pencernaan bagian belakangnya (sekum). Dengan keunikannya itulah maka kuda
mencerna dengan efisien baik pakan serat maupun konsentrat. Namun keunikan ini
harus di tunjang pula dengan manajemen pakan yang baik (Anonim, 2011c).
2.5. Jenis Pakan
Pakan kuda di bagi menjadi 2 kategori yaitu
serat atau bahan kasar dan konsentrat (Goncalves 2002 et al. dan Kacker 1996 ). Sumber serat utama bagi kuda adalah
rumput. Biasanya rumput di berikan dalam bentuk kering (hay), sehingga kadar
airnya rendah. Rumput kering yang biasa diberikan pada kuda adalah Timothy, Brome dan rumput Orchade (Syefrizal,
2008).
Serat merupakan bagian penting dalam susunan
pakan kuda karena kesehatan saluran cerna sangat di pengaruhi oleh keberadaan
serat dalam pakan. Serat mengandung bahan kasar dan membantu dalam proses
transportasi dan pemecahan bahan konsentrat sehingga serat merupakan sumber
penting dalam nutrisi. Di Indonesia sendiri terdapat beberapa jenis sumber serat
yang di gunakan sebagai pakan kuda, antara lain rumput panicum muticum dan
braccaria mutica (Soehardjono, 1990).
Konsentrat adalah pakan yang mengandung unsur
protein, karbohidrat, lemak dan mineral yang dapat di berikan dalam jumlah
sedikit. Contoh konsentrat ynag di gunakan sebagai pakan kuda di Indonesia
antara lain adalah, bungkil kedelai, kacang hijau, gabah dan dedak. Pemberian
kedua jenis pakan ini haruslah seimbang dan sangat tergantung pada berbagai
faktor, seperti usia kuda, jenis pekerjaan dan berbagai kondisi lain. Jumlah
pakan dan waktu pakan kuda yang berubah
tiba-tiba, dapat menyebabkan perubahan motilitas usus pencernaan kuda dan
perubahan aliran darah. Hal tersebut sangat berbahaya bagi kuda karena dapat
menyebabkan terjadinya kolik (Hamer 1993 dan soehardjono 1990).
2.6. Hijauan
Kandungan gizi pakan ternak sangat sangat
tergantung pada bahan hijauan yang diberikan. Hijauan yang diberikan berupa
rumput alam dan rumput lapangan, rumput tanam (rumput unggul), hijauan
kacang-kacangan (kaliandra, lamtoro, gamal, turi, dll), dan hijauan limbah
pertanian (batang ubi jalar, jerami padi, jerami kacang-kacangan, dll).
Kandungan protein hijauan kacang-kacangan sebesar 21%, rumput lapangan dan
rumput unggul sebesar 10,20% (Rukmana, 2005), sedangkan hijauan limbah
pertanian (jerami padi) kandungan proteinnya sebesar 3,6% (Komar, 1984)
Beberapa hijauan atau tanaman pakan kuda
subtropik yang mempunyai kualitas baik, yang telah dikenal golongan rumput:
Bahia (Paspalum notatum, Flügge), Bermuda (Cynodon dactylon (L.)
Pers.), Digitaria (Digitaria decumbens, Stent), Ryegrass (Lolium
perenne L.), Pearlmillet (Pennisetum americanum(L.) Leeke); golongan
biji-bijian: Rye (Lolium multiflorum, Lam.), Wheat (Agropyron
sp.) Oats (Avena sp), Triticale: dan legum: Rhizome peanut (Arachis sp),
Alfalfa (Medicago sativa L), Alyceclover (Alysicarpus vaginalis),
Crimson (Trifolium incarnatum L.), Redclover (Trifolium pratense)
(Chambliss dan Jhonson, 2002) dan masih banyak yang lainnya seperti rumput
Matua yang sangat baik pada saat kehamilan dan masa laktasi (Guay et al., 2002).
2.7. Frekuensi Pemberian pakan
Seekor kuda di alam liar akan terus merumput
sepanjang hari, hal tersebut disebabkan kemampuan mencerna kuda yang terbatas.
Jumlah pakan yang terlalu banyak dalam satu kali pemberian akan menyebabkan
proses pencernaan pakan menjadi tidak efektif dan efisien. Pakan yang tidak
tercerna akan terbuang percuma melalui feses, sehingga pakan kuda harus
diberikan dalam jumlah yang tepat dengan frekuensi yang sering. Jika
memungkinkan, pakan kasar dan berserat seharusnya tersedia secara ad libitum dalam kandang kuda agar dapat
mengganti energinya yang hilang setelah melakukan berbagai aktifitasnya
sepanjang hari. Jumlah pakan yang sedikit dengan frekuensi yang sering akan
membuat sistim pencernaan kuda bekerja dengan baik. Frekuensi pemberian pakan
kuda kompetisi setidaknya 4 sampai 5 kali sehari sedangkan untuk kuda biasa
pemberian pakan minimal 2 kali sehari (Drummond 1988 dan McBane 1994).
2.8. Jumlah Pakan
Jumlah total pakan yang
sebaiknya diberikan tiap hari pada kuda adalah 2,5 persen dari total berat
tubuhnya (Hamer, 1993). Pemberian serat dan konsentrat haruslah seimbang sesuai
dengan aktivitasnya. Kuda merupakan hewan ternak yang merumput sehingga
kebutuhan akan serat wajib untuk dipenuhi untuk menjaga kesehatan saluran
cernanya. Jumlah serat yang harus didapatkan kuda tiap hari adalah adalah
seberat 0.75 kg/hari untuk tiap 50 kg berat badan (Syefrizal, 2008). Sedangkan
Hamer (1993) jumlah minimum serat yang harus didapat seekor kuda per hari
adalah 1 persen dari total berat tubuhnya.
Jumlah pemberian
konsentrat dalam satu waktu pemberian pakan, jumlahnya tidak boleh melebihi 0.5
persen dari total berat tubuh kuda. Alasannya adalah bahwa konsentrat yang
terdiri dari gula dan zat tepung akan dicerna dan diserap di dalam usus halus,
sehingga jika jumlahnya berlebih maka zat-zat tersebut akan menumpuk di sekum
dan akan menyebabkan kuda mengalami kolik (Syefrizal, 2008).
Menurut Drummond (1988)
dan Hamer (1993) perhitungan jumlah pakan dan frekuensi pemberian pakan yang
seharusnya diberikan kepada kuda per hari dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah ideal pakan kuda perhari
berdasarkan % BK.
Berat kuda
= 500 kg
Total jumlah maksimum per hari = 2 % x 500 kg = 10 kg
Jumlah minimum serat per hari = 1 % x 500 kg = 5 kg
Jumlah maksimum konsentrat per hari = 0.5 % x 500 kg = 2.5 kg
|
Sumber (Drummond 1988; Hamer 1993)
Kuda dengan berat 500
kg harus mendapat 10 kg pakan perharinya, yaitu setidaknya mendapatkan 5 kg
serat dan jumlah konsentrat yang diberikan tidak lebih dari 2.5 kg. dari
perhitungan tersebut maka frekuensi pemberian pakan adalah dua kali sehari,
namun frekuensi yang lebih sering dengan jumlah yang lebih sedikit lebih
dianjurkan.
2.9. Waktu Pemberian Pakan
Waktu pemberian pakan kuda yang tepat adalah
saat tubuh kuda berada pada kondisi yang tenang dan rileks sehingga pencernaan
dapat bekerja dengan baik. Jika yang menjadi acuan adalah aktivitas, maka waktu
pemberian yang tepat adalah saat sebelum dan sesudah kuda melakukan aktivitas
yaitu pada pagi , sore dan malam hari. Kuda tidak dapat mencerna pakan jika
diberikan kerja bersamaan dengan waktu pakannya. Jadi lebih baik pakan
diberikan setelah kuda melakukan kerja dengan jeda waktu beberapa saat (Drummond,
1988).
2.10.
Frekuensi Pemberian Minum
Tubuh kuda setidaknya
dari 65 sampai 75 persen air. Air berperan penting dalam semua proses
metabolisme. Selain itu air juga dibutuhkan bagi proses fisiologi termasuk
penggunaan saat mencerna nutrisi, regulasi suhu tubuh. Kontraksi otot,
pelumasan sendi dan pembuangan zat-zat yang tidak diperlukan bagi tubuh. Atas
kepentingan tersebut maka kuda harus aelalu mendapatkan air setiap harinya,
sehingga air harus selalu tersedia secara ad libitum dalam kandang kuda.
Kuda membutuhkan
ketersediaan air yang berkualitas baik dan palatabel. Kebutuhan air kuda adalah
10 sampai 12 galon (45,5 – 54,6 liter) air perhari. Pemberian air harus sangat
dibatasi saat kuda setelah melakukan pekerjaan dan aktivitas yang berat. Hal
ini dilakukan untuk menghindari terjadinya minum yang berlebihan yang akan
menyebabkan gangguan pada pencernaan dan gangguan metabolism tubuh lainnya
(Anonim, 2011d).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Kelas Kuda. http://dunia
kuda.blogspot.com. (29 november 2011)
Anonim, 2011a. Horse. http://en.wikipedia.org/wiki/Horse (01
Desember 2011)
Anonim. 2011b. Dari Kota Delman, Bemo dan Kota Angkot. http://www.bogornews.com
(02 desember 2011)
Anonim.2011c. Nutrients and Common Feed Sources for Horse. http://www.extension.org/pages/Nutriens_and_common_feed
sources_for_horse. (01 desember 2011)
Anonim, 2011d. Feeding Management
for Horse Owner. http://www.ag.ndsu.edu/pubs/ansci/horse/as953w.htm
(01 desember 2011)
Chambliss, C. G. and E. L. Jhonson. 2002. Pastures and Forages Crops for Horses. In: C.G. Chambliss (Ed.).
Florida Forage Handbook. Institute of Food and Agricultural Sciences,
University of Florida.
Cheeke, P. R. 1999. Applied Animal Nutrition: Feed and Feeding.
Second edition. Prentice
Hall Inc. Upper Saddle River, New Jersey.
Cunha, T. J., 1991. Feeding and
Nutrition Horse. 2nd Edition. Academic Press Inc. San Diego. California.
Gibbs, P. G. and K. E. Davison. 1992. Nutritional Management of Pregnant and Lactating Mares. Texas
Agricultural Extension Service. Bull. No. 5025. Texas A&M University,
College Station.
Guay, K. A., H. A. Brady, V. G. Allen, K. R. Pond, D. B Wester, L. A.
Janecka and N. L. Heningger. 2002. Matua
Bromegrass Hay for Mares In Gestation and Lactation. J. Anim. Sci. 80: 2960
- 2966
Hamer. D. 1993. Understanding Fitnes and Training. Ward Lock. London
Hamer. D. 1993. Care of the Stable Horse. B.T. Batsford Ltd. London
Kacker, R, Panwar B. 1996. Textbook of Equine Husbandry. Vikas publishing
House. New Delhi
Kidd, J. 1985. International Encyclopedia of Horse Breed. HPBooks Inc.
London
Komar, A. 1984. Teknologi pengolahan Pengolahan Jerami sebagai bahan
Makanan Ternak. Bandung: Dian Grahita
McBane. S. 1994. Modern Stable
Management. Ward Lock. London
Parakkasi, A. 1988. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Monogastrik Vol IB.
UI Press.
Rukmana, R. 2005. Rumput Unggul Hijauan Makanan Ternak. Kanisius:
Yogyakarta.
Soeharjono. O. 1990. Kuda. Yayasan Pamulang Equistian Centre. Jakarta
Syefrizal. 2008. Perawatan Kuda.
http://duniakuda.blogspot.com